Khutbah gerhana matahari
Ini pak yg *Pak Saleh Abich* Insya Allah tdk pusing 👇
Khutbah Gerhana Matahari
MEMAKNAI SHALAT GERHANA MATAHARI
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْــمَلِكِ الْحَقِّ الْــمُبِيْن، اَلَّذِي أَرْسَلَ آيَاتِهِ عِبْرَةً لِلْمُعْتَبِرِيْن، وَأَظْهَرَ شَيْئًا مِنْ قُدْرَتِهِ هِدَايَةً لِلْمُهْتَدِيْن. فَسُبْحَانَهُ مِنْ رَبٍّ عَظِيْم، مَالِكِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ بِغَيْرِ قَرِيْن، وَمُجْرِي السَّحَابِ وَالرِّيَاحِ بِغَيْرِ مُعِيْن.
وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه إِلَهُ اْلأَوَّلِيْن وَالْآخِرِين، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحمّداً عَبدُهُ ورَسُولُهُ الْــمَبْعُوثُ رَحْمَةً لِلْعَالَــــمِيْن، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّين.
فَقَدْ قَالَ عَزَّ وَجَلَّ: "وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ."
Jama’ah shalat kusuf yang dirahmati Allah subhanahu wata'ala…
Pada hari ini, pada detik ini, kita berkumpul di tempat yang mulia dan dimuliakan Allah ini, dengan hati yang penuh keikhlasan, dengan jiwa yang penuh pengharapan, dan dengan semangat yang membuncah di dalam dada kita, hanya untuk mengagungkan kebesaran Allah subhanahu wataala, serta menyaksikan salah satu dari tanda kekuasaan dan keagungan-Nya.
Kita disini merasakan kebahagiaan yang tiada tara, karena Allah membukakan hati kita untuk melaksanakan salah satu dari sunnah Rasul-Nya, untuk menjadi bagian dari jutaan umat Islam lain yang ingin menjadikan momen yang jarang terjadi ini, dalam rangka taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada Allah subhanahu watala.
Kita menyadari bahwa ini adalah peristiwa alam yang jarang terjadi. Tapi kita juga menyakini bahwa Allah mensyariatkan sesuatu yang lain, yang lebih dari sekedar kagum dengan keunikan peristiwa ini. Kita tidak ingin seperti kebanyakan orang, yang sanggup mengeluarkan uang yang banyak dan bepergian ke tempat yang jauh, hanya agar bisa melihat gerhana matahari yang tidak terjadi di tempat tinggalnya. Sungguh rugi orang yang hanya melihat peristiwa ini sebagai hal langka yang menarik, tapi tidak menyadari bahwa Allah ingin dia bersujud kepada-Nya pada saat peristiwa itu terjadi. Sungguh rugi orang yang pada detik ini pergi ke tempat-tempat yang strategis untuk bisa menyaksikannya dari sudut yang paling ideal, membeli peralatan yang mahal dan menyiapkannya selama berhari-hari, tapi melewatkan waktu yang sangat berharga ini untuk berdzikir dan memuji keagungan Allah Dzat Yang Maha Suci.
Sungguh kita berharap, semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang disebut-Nya dalam Surat Ali Imran, dalam firman-Nya:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ، وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا، سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S Ali Imran: 191)
Jama’ah shalat kusuf yang dirahmati Allah…
Gerhana matahari adalah ayat kauniyyah untuk menunjukkan kebesaran Allah. Dan dalam setiap ayat yang Allah turunkan, -baik itu ayat qur’aniyyah yang berupa untaian kata yang kita baca dalam al-Qur’an, maupun ayat kauniyyah yang kita saksikan dalam keindahan alam-, Allah menginginkan kita mentadabburinya dan mengambil ibrah serta pelajaran. Maka apakah kiranya ibrah dari peristiwa gerhana matahari ini?
Yang pertama; Allah ingin menunjukkan keagungan serta kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Bayangkanlah bahwa matahari, bulan, bumi dan benda-benda langit yang berjumlah miliaran, semuanya ada dalam genggamannya. Semua ada dalam keteraturan yang ia ciptakan. Dan lebih dari semua itu, semuanya tunduk, bersujud, dan memuji nama-Nya yang mulia. Allah berfirman:
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan manusia tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat, dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.(Q.S az-Zumar: 67)
Allah juga berfirman:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ
“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia?...”(Q.S al-Hajj: 18).
Dengan melihat peristiwa gerhana matahari, kita semakin menyadari betapa banyak manusia yang sombong dan ingkar. Juga betapa kecil dan hinanya mereka. Jika benda-benda langit yang besarnya tidak bisa digambarkan dengan kata-kata, semuanya tunduk dan bersujud kepada Allah Sang Maha Pencipta, lalu mengapakah manusia yang diciptakan dari setetes nuthfah begitu angkuh dan jumawa, sehingga melalaikan shalat dan ibadah-ibadah lainnya dengan tanpa rasa berdosa? Bukankah ibadah adalah wujud penghambaan manusia kepada Tuhan yang tidak pernah putus mengkaruniakan kenikmatan kepadanya?
Yang kedua; Allah ingin melihat manakah hamba yang taat dengan mengikuti sunnah Rasul, dan manakah hamba yang hanya mencari kesenangan dan kepuasan hatinya. Jika pada hari ini kita melaksanakan sunnah-sunnah yang diajarkan oleh Rasullah, berarti kita adalah pengikut Nabi yang sebenarnya. Namun jika dalam peristiwa ini kita hanya sibuk mencari sudut yang paling ideal untuk bisa melihat gerhana matahari, berarti kita hanya ingin mencari kepuasan diri.
Dan ketahuilah, bahwa diantara syarat utama untuk bisa masuk surga adalah taat dan mengikuti sunnah-sunnah Nabi. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.
“Semua umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan.” Para shahabat bertanya: “Siapakah wahai Rasulullah orang yang enggan masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Orang yang taat kepadaku akan masuk surga, sedangkan orang yang tidak taat kepadaku berarti ia enggan masuk surga.” (H.R. al-Bukhari)
Maka hendaknya kita selalu bertanya kepada diri kita, dalam setiap kejadian yang dan peristiwa, apakah kiranya sunnah yang Rasulullah ajarkan dalam kondisi tersebut? Apakah sikap dan perilaku yang kita ambil, sudah sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam? Dan adakah kiranya kita akan dipertemukan dengan Baginda Rasulullah di akhirat sana, dan berjalan di dalam rombongannya untuk masuk surga Allah subhanahu wataala karena kita menghidupkan sunnah-sunnahnya, ataukah kita berada di rombongan orang-orang yang ingkar dan dijauhkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?
Dengan ibadah shalah gerhana yang kita lakukan ini, kita berdoa semoga Allah mengumpulkan kita bersama Baginda Nabi Muhammad, para shahabat, dan orang-orang yang menghidupkan sunnah-sunnahnya. Rasulullah bersabda:
وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa menghidupkan sunnahku, berarti ia mencintaiku. Dan barang siapa mencintaiku, maka ia akan bersamaku di surga.” (H.R at-Tirmidzi)
Jama’ah shalat kusuf yang dirahmati Allah…
Pelajaran yang ketiga yang bisa kita ambil dari peristiwa gerhana matahari ini adalah: menambah kecintaan kita kepada Allah. Dengan melaksanakan shalat gerhana ini, Insyallah pada hari ini kita semakin cinta kepada Allah. Cinta uang uang dilandasi rasa kekaguman atas kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Atas keteraturan alam yang Ia ciptakan tanpa cacat dan cela. Cinta yang dilandasi ketakutan kepada Dzat Maha Agung, yang mampu menimpakan bencana kepada siapa saja yang ingkar dalam sekejap mata. Cinta yang dilandasi keinginan untuk menjadi hamba yang selalu dilihat berada bersama orang-orang yang bersegera melakukan kebaikan, yang menjadikan setiap detik kehidupannya sebagai aktifitas ibadah kepada Allah subhanahu wataala. Dalam setiap lembar kehidupan yang kita lalui dan dalam setiap peristiwa besar yang kita kagumi. Karena kita telah mengikrarkan dengan sepenuh keyakinan, bahwa shalat kita, ibadah kita, hidup dan mati kita, semuanya kita persembahkan untuk Allah subhahanahu wataala:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ # لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. an-An’am: 162).
Alangkah indahnya perasaan cinta kepada Dzat Maha Mencintai atau al-Wadud. Cinta kepada Allah adalah seagung-agungnya cinta. Dan orang yang belum merasakan mencintai Allah dengan sebenarnya, maka berarti ia belum merasakan manisnya keimanan. Rasulullah bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ، أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga hal yang apabila terdapat dalam diri seorang mukmin, maka ia telah merasakan manisnya keimanan. Yang pertama: mencintai Allah dan Rasulnya lebih dari cintanya kepada segala hal selain keduanya. Yang kedua: mencintai seseorang hanya karena Allah subhanahu watala. Dan yang ketiga: ia membenci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim).
Yang keempat; Untuk menguji manusia, apakah diantara mereka masih ada yang menimbun sisa-sisa ke-jahiliyyah-an dalam hatinya, sehingga mempercayai hal-hal yang mistis dan mengaitkannya dengan gerhana matahari. Jauh-jauh hari Rasulullah sudah mengingatkan kepada kita, bahwa gerhana matahari tidak terjadi karena kematian atau kelahiran orang yang agung. Gerhana adalah murni tanda kekuasaan Allah untuk menakut-nakuti hamba-Nya. Maka tidak sepantasnya, sebuah peristiwa yang Allah jadikan sebagai bukti keagungan-Nya, justru kita kaitkan dengan kekuatan-kekuatan mistik yang tidak jelas dasar logika dan penalarannya.
Dahulu beberapa orang shahabatpun pernah melakukan kesalahan tersebut. Ketika putra Nabi Muhammad yang bernama Ibrahim meninggal di usia 18 bulan, dan berbarengan dengan peristiwa gerhana matahari, sebagian kaum muslimin menyangka bahwa gerhana matahari terjadi karena meninggalnya putra Nabi tersebut. Rasulullahpun segera berkhutbah dan menjelaskan bahwa kepercayaan itu tidak benar. Rasulullah bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ
“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalat dan berdo’alah” (HR. Bukhari).
Dalam sebagian masyarakat kita juga pasti terdapat berbagai kepercayaan-kepercayaan mistis yang dihubung-hubungkan dengan gerhana matahari. Maka marilah kita kikis habis semua kepercayaan thakayyul dan khurafat yang tidak ada dasarnya dalam agama Islam. Mari kita bebaskan pemikiran kaum muslimin dari residu peradaban lampau yang sudah tidak sesuai dengan zaman kekinian. Sudah bukan zamannya lagi kita percaya kepada hal-hal mistis yang merusak pikiran dan melemahkan hati. Sumber kekuatan kita adalah Allah dan hanya Allahlah yang mampu menguatkan kita.
أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا
“Apakah mereka mencari kekuatan dari mereka? Sesungguhnya semua kekuatan hanyalah kepunyaan Allah semata.”(Q.S. an-Nisa: 139)
Jama’ah shalat kusuf yang dirahmati Allah…
Hal yang terakhir yang bisa kita ambil pelajaran dari peristiwa gerhana ini adalah: menjadikannya sebagai moment untuk bertaubat dan meminta ampun sebanyak-banyaknya kepada Allah.
Kita adalah makhluk yang selalu berbuat salah dan melakukan dosa. Sudah tidak terhitung dosa yang kita lakukan. Seandainya dosa itu berbau busuk, pastilah tidak ada satu orangpun yang mau mendekati kita, begitu ungkapan salah seorang ulama salaf. Maka solusi dari dosa yang kita lakukan adalah melakukan taubat dan meminta ampun kepada Allah.
Rasulullah telah menegaskan bahwa moment gerhana matahari adalah saat yang tepat untuk berdoa kepada Allah. Maka ia menyuruh kita untuk memperbanyak dzikir dan doa. Rasulullah bersabda:
إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
”Sesungguhnya tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya ini bukanlah karena kematian atau kelahiran seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.” (HR. Muslim).
Dan tidak mungkin Rasulullah menyuruh melakukan sesuatu tanpa alasan. Maka ini menunjukkan bahwa berdoa pada waktu gerhana akan di-ijabah oleh Allah subhanahu wataala jika dilakukan dengan melaksanakan syarat-syaratnya.
Maka, marilah kita menengadahkan tangan kepada Allah. Bersamaan dengan peristiwa alam yang jarang terjadi ini, mari kita merendahkan diri di depan Allah subhanahu wataala. Memohon seluas-luasnya ampunan untuk semua dosa kita. Berharap bahwa shalat gerhana yang kita lakukan ini diterima-Nya. Dan meminta agar kita selalu diberikan taufik dan hidayah agar selalu menjadi hamba-Nya yang taat, ikhlas, dan berguna untuk agama-Nya.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، حَمْدَ النَّاعِمِيْنَ، حَمْدًا يُّوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَ لِكَ اْلكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِك.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إنَّكَ حَمِيْدٌ مَـجِيْد، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْن، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعَيْن، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنـِّكَ وَكَرِمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْن.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
اَللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَه، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَه، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَه، وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ، وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
اللَّهُمَّ يَا مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى دِيْنِك، اللَّهُمَّ يَا مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. والْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ،
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن.
Komentar
Posting Komentar